Monday, February 21, 2011

Kerjasama indonesia dengan Singapura

I.Politik
Sejak tampilnya pemerintahan baru di Indonesia dan Singapura pada semester ke-2 tahun 2004, hubungan bilateral Indonesia-Singapura mengindikasikan perkembangan yang lebih positif dan konstruktif. Saling kunjung antar Kepala Pemerintahan kedua negara dan pejabat tinggi lainnya juga menunjukkan peningkatan yang signifikan. Indikasi positif ini juga telah mendorong pengembangan sektor-sektor kerjasama baru yang saling menguntungkan dan kemajuan upaya penyelesaian outstanding issues. Pernyataan PM Lee Hsien Loong di Parlemen pada 19 Januari 2005 dan pernyataan Menlu George Yeo di Parlemen pada 18 Januari 2005, 17 Oktober 2005 dan 2 Maret 2006 mengindikasikan pentingnya kedudukan Indonesia bagi Singapura dan kemajuan dalam hubungan bilateral Indonesia-Singapura, khususnya menyangkut upaya penyelesaian outstanding issues.
Pada pertemuan informal Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Singapura Lee Hsien Loong di Bali, 3-4 Oktober 2005  memenuhi usulan PM Singapura, kedua kepala pemerintahan ini sepakat memparalelkan perundingan 3 perjanjian kerjasama yaitu perjanjian kerjasama pertahanan, perjanjian ekstradisi dan perjanjian counter-terrorism.
Kunjungan kenegaraan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono ke Singapura 15-16 Pebruari 2005, kunjungan kerja Presiden RI ke Singapura pada 6-7 Agustus 2006 dan pertemuan informal Presiden RI dengan PM Lee Hsien Loong di sela-sela Pertemuan Tahunan Forbes Global CEO Conference ke-6 di Singapura pada 4 September 2006 telah memantapkan pengertian bersama kedua negara untuk mengembangkan jalinan hubungan bilateral dengan spektrum elemen substansi seluas mungkin, sementara secara simultan memajukan pembicaraan mengenai penyelesaian berbagai outstanding issues. Peran menonjol Pemerintah dan masyarakat Singapura dalam memberikan bantuan kemanusiaan kepada korban bencana alam gempa bumi dan Tsunami di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam Aceh pada 26 Desember 2004, bencana gempa dasar laut di dekat Pulau Nias dan Pulau Simeleu Maret 2005, bencana gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah dan tsunami di Pangandaran 2006 tersebut telah berpengaruh positif terhadap persepsi publik tertentu Indonesia terhadap Singapura, dan merupakan faktor positif lain bagi perkembangan hubungan baik kedua negara.
II. Ekonomi
1.  Hubungan Ekonomi Bilateral
Pada dasarnya kedua negara memiliki tingkat komplementaritas ekonomi yang tinggi. Di satu sisi, Singapura mempunyai keunggulan di sektor knowledge, networking, financial resources dan technological advance. Sementara Indonesia memiliki sumber daya alam dan mineral yang melimpah serta tersedianya tenaga kerja yang kompetitif.
Sebagai negara yang wilayahnya kecil, pasar domestiknya sangat terbatas dan sumber daya alamnya langka, Singapura sangat menggantungkan perekonomiannya pada perdagangan luar negeri. Oleh karena itu pula Singapura sangat berkepentingan terhadap sistem perdagangan internasional yang terbuka dan bebas di bawah naungan WTO. Guna mengamankan kepentingannya, Singapura tidak hanya mengandalkan pada proses negosiasi multilateral, sejak 1999 Singapura telah mulai menjajagi bentuk-bentuk pengaturan perdagangan bilateral. Belakangan dengan tersendatnya proses negosiasi di WTO, Singapura semakin gencar menempuh langkah-langkah bilateral dan regional yang diyakini dapat mengakselerasi proses liberalisasi perdagangan dan memperkuat sistem perdagangan multilateral.
Pada dasarnya hubungan bilateral Indonesia-Singapura memiliki fondasi yang sangat kuat yang dibuktikan dengan telah ditandatanganinya berbagai Kesepakatan ataupun Perjanjian antara kedua negara. Selain itu, untuk fondasi kerjasama ekonomi khususnya antara Singapura dengan Batam dan Riau, kedua negara memiliki Legal Framework yang kokoh dengan ditandatanganinya beberapa Persetujuan antara lain
*Basic Agreement on Economic and Technical Cooperation yang ditandatangani di Singapura 29 Agustus 1974;
*Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik RI-Singapura (1977);
*Perjanjian Kerjasama Ekonomi dan Teknik untuk Pengembangan Pulau Batam (31 Oktober 1980);
*Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B (1990);
*Persetujuan Kerjasama Ekonomi dalam rangka Pengembangan Propinsi Riau (28 Agustus 1990);
*Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M/IGA) ditandatangani pada 16 Februari 2005. Indonesia meratifikasi pada Februari 2006;
*Framework Agreement on Economic Cooperation in the Island of Batam, Bintan and Karimun (SEZ’s), 25 Juni 2006.
Pemberdayaan sektor swasta juga sudah kembali meningkat yang ditandai dengan cukup tingginya kegiatan kunjungan antara para pelaku usaha kedua negara. Sebagai hasilnya, semakin meningkatnya transaksi perdagangan dan investasi kedua negara. Sesuai dengan data dari International Enterprise Singapore Indonesia merupakan mitra dagang terbesar ke-5 Singapura dengan total nilai perdagangan mencapai S$ 54 milyar (2005) yang mengalami peningkatan cukup signifikan dibandingkan tahun 2004 yang mencapai nilai S$ 30,1 milyar. Ekspor Indonesia ke Singapura mencapai S$ 16,4 milyar sementara impornya mencapai S$ 13,7 milyar.

2. Perdagangan
Hubungan dan kerjasama bilateral Singapura – Indonesia dibidang ekonomi, perdagangan dan investasi sepanjang enam bulan pertama 2006 tidak sebaik tahun sebelumnya. Ekspor Singapura-Indonesia pada Kuartal II/2006, menurut IE Singapore, mencapai S$ 2,7 juta sementara pada Kuartal I/2006 mencapai S$ 2,9 juta setelah tahun 2005 mencapai 11.95 juta. Penurunan yang mencapai 1,4% dari Kuartal I/2006 dan hampir 18% jika dibandingkan tahun 2005 ini menurut IE Singapore disebabkan oleh lemahnya ekspor produk elektronik dan non-elektronik.
Ekspor produk elektronik ke Indonesia pada Kuartal I/2006 tumbuh hanya 1,4% dibanding 2005 yang mencapai 9,3%. Lemahnya ekspor ini merupakan dampak dari menurunnya penjualan consumer electronics (- 25%) dan parts of PCs (- 14%). Sedangkan penurunan ekspor non-elektronik yang hanya tumbuh 1,3% pada Kuartal I/2006 dari 22% pada 2005 adalah dampak dari rendahnya ekspor power machinery (- 57%). Sedangkan ekspor Indonesia ke Singapura menurut BPS, pada 2004 mencapai S$16.4 juta, sementara importnya mencapai S$13.7 juta. Tiga produk utama penyumbang pertumbuhan tersebut masing-masing adalah machinery & equipment, S$5,498 Juta, mineral Fuels, S$ 3,360 Juta, serta Chemicals, 1,681 juta. Sementara Impor Singapura-Indonesia pada 2005 mencapai S$12,989 juta. Impor utama Singapura dari Indonesia pada tahun 2005 meliputi peralatan kantor dan alat-alat data processing, produk petroleum refinery, dan mesin-mesin data processing. Sementara ekspor utama Singapura ke Indonesia pada tahun yang sama meliputi produk petroleum, electrical machinery, dan peralatan perkantoran dan data processing.
Neraca perdagangan antara Indonesia-Singapura selama 5 tahun terakhir (2001-2005) menunjukkan posisi surplus bagi Indonesia pada 2001,2002, 2003, sedangkan pada tahun 2004 dan 2005 Indonesia mengalami defisit masing-masing sebesar US$  84,87 juta dan US$ 1,63 milyar (meningkat sebesar 1,826,78%). Defisit terjadi akibat impor migas yang besar dari Singapura ke Indonesia pada dua tahun terakhir. Pada 2004 defisit perdagangan migas sebesar US$ 2,95 milyar dan pada 2005 tercatat sebesar US$ 5,77 milyar. Dalam perdagangan non-migas (2001-2005) Indonesia tetap surplus. Pada 2005 Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 4,13 milyar sedangkan tahun 2004 tercatat surplus sebesar US$ 2,86 milyar. Pada tahun 2006 (Januari - Maret) perdagangan Indonesia defisit sebesar US$ -67,9 juta. Defisit disebabkan perdagangan migas tahun 2005 defisit US$  -5,7 milyar, sedangkan non-migas masih mencatat surplus sebesar US$ 4,1 milyar.
Ekspor Indonesia ke Singapura pada 2005 sebesar US$ 7,83 milyar, meningkat 30,64% dibandingkan dengan ekspor pada 2004 sebesar US$ 6.0 milyar (ekspor non-migas pada 2005 sebesar US$. 7,07 milyar, meningkat 31,13% dibandingkan ekspor non-migas 2004 sebesar US$ 5,39 milyar).  Pada tahun 2006 (Januari-Maret) nilai ekspor tercatat sebesar sebesar US$ 1,9 milyar naik sebesar 9,9 % dibandingkan periode yang sama tahun 2005 tercatat sebesar US$ 1,7 milyar. Ekspor non-migas sebesar US$ 5,3 milyar dan ekspor migas sebesar US$ 607,2  juta.
Impor Indonesia dari Singapura  pada 2005 sebesar US$ 9,47 milyar, naik 55,7% dibandingkan 2004 sebesar US$ 6,08 milyar  Impor non-migas tahun 2005 sebesar US$. 2,94 milyar, meningkat sebesar 16,2% dibandingkan 2004 sebesar US$ 2,53 milyar. Impor migas pada 2005 sebesar US$ 6,53 milyar, naik 83,77% dibandingkan impor 2004 sebesar US$ 3,55 milyar. Pada tahun 2006 (Januari-Maret) nilai impor tercatat sebesar sebesar US$ 2  milyar naik sebesar 8,9% dibandingkan periode yang sama tahun 2005 tercatat sebesar US$ 1,8 milyar. Impor migas sebesar US$ 6,5 milyar dan impor non-migas US$ 2,9  milyar.
Data  Re-Ekspor  Singapura- Indonesia: menurut “Statlink” Indonesia merupakan negara mitra dagang kelima terbesar bagi Singapura. Re-ekspor Singapura-Indonesia tahun 2004 tercatat sebesar US$ 18,44 dan pada tahun 2005 tercatat sebesar US$ 20,42 milyar.
3. Investasi
Indonesia telah menandatangani Investment Guarantee Agreement / IGA dengan Singapura pada tanggal 16 Pebruari 2005. Pada 1 Februari 2006 Pemerintah Indonesia telah meratifikasi perjanjian tersebut.
Dalam periode 2000-2004 (lima tahun) investasi Singapura di Indonesia sebesar US$ 6,4 milyar pada 868 proyek. Apabila dihitung secara persetujuan kumulatif (cummulative approvals) dari 1967 s/d Februari 2005 tercatat sebesar US$ 24,58 milyar dan menempati posisi ketiga besar, di bawah Jepang dan Inggeris. Dalam tahun 2005 (Januari-Desember) investor Singapura telah menanamkam modalnya sebesar US$ 3,69 milyar sekitar sepertiga dari total PMA (FDI) tahun 2005 dan merupakan investor pada peringkat pertama
Menurut data BKPM Singapura menempati urutan teratas dengan nilai investasi mencapai US $ 806 juta (per 1 Januari – 30 Juni 2006) Meskipun lebih menyukai investasi bersifat “portofolio”, Singapura berhasil menggeser posisi Jepang yang sebelumnya merupakan investor terbesar di Indonesia. Investasi Singapura di Indonesia lebih banyak tersebar di wilayah Batam, Bintan dan Riau, namun Singapura juga memiliki kerjasama yang erat dengan berbagai propinsi di Sumatera.


4. Tenaga Kerja Indonesia
Tenaga kerja Indonesia di Singapura sebagian besar masih tergolong pada unskilled labor yaitu Penata Laksana Rumah Tangga, dengan perkiraan jumlah mencapai sekitar 50.000 orang. Meskipun Singapura masih ketergantungan pada tenaga kerja asing (TKA) mengingat relatif kecilnya jumlah penduduk dan jumlah angkatan kerja, namun tenaga skilled ataupun semi-skilled dari Indonesia masih belum dapat memanfaatkan peluang-peluang yang cukup besar di Singapura. Pemerintah Singapura masih lebih mengutamakan tenaga kerja kasar (unskilled labor) dari Malaysia, Bangladesh, China, India, yang notabene merupakan bagian dari struktur penduduk Singapura.
Upaya KBRI Singapura selama ini untuk mendatangkan tenaga kerja terampil bekerja di Singapura telah mencapai tahap realisasi dengan tibanya 14 (empat belas) tenaga perawat Indonesia di Singapura pada November 2002 untuk bekerja di rumah sakit Gleneagles, Mount Elizabeth serta East Shore. Ke-14 perawat tersebut berhasil melalui ujian tertulis, wawancara serta pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh Singapore Nursing Board (SNB) dan Parkway Group Healthcare. Periode percobaan akan berlangsung selama 3 bulan dan dapat diperpanjang untuk 3 bulan berikutnya. Sejauh ini, tanggapan pihak rumah sakit maupun SNB mengenai ke-14 tenaga perawat tersebut sangat positif.
Sementara para pekerja magang Indonesia di bidang hotel dan restoran masih terus berjalan. Perkembangan jumlahnya tidak terlalu fluktuatif dan pada tahun 2004 berjumlah sekitar 500 orang. Pendataan mengenai jumlah pekerja magang Indonesia di Singapura belum dapat dilakukan secara akurat mengingat tidak semua agen penyalurnya mau melaporkan kedatangan para trainee tersebut, meskipun KBRI sudah menghimbau mereka. Tidak adanya ketentuan bagi mereka untuk melaporkan para trainee Indonesia menjadi salah satu kendala bagi penyusunan statistik trainee yang tepat.

Upaya-upaya lain yang telah dijajaki antara lain adalah kemungkinan pekerja di sektor jasa kesehatan (radiolog dan healthcare assistant), operator alat-alat berat di bidang konstruksi, mekanik serta arsitek.
III.  Fungsi Sosial & Budaya
1. Perbaikan Citra
Dalam upaya meningkatkan citra Indonesia di Singapura, KBRI Singapura pada 2006 secara berkala telah melakukan pendekatan dan penggalangan terhadap media massa, termasuk redaktur, wartawan dan kalangan pers pada umumnya. KBRI Singapura senantiasa melakukan pembinaan dan menjalin hubungan dengan media setempat secara konsisten, baik melalui pertemuan formal maupun informal. Pembinaan tersebut dimaksudkan untuk mengajak media Singapura untuk turut membangun image positif mengenai Indonesia serta hubungan Indonesia – Singapura sehingga tercipta pemahaman masyarakat yang obyektif. Kepala Perwakilan RI juga senantiasa memenuhi undangan untuk wawancara langsung, baik di TV, Radio dan media cetak mengenai berbagai isu. KBRI Singapura beberapa kali juga telah memberikan counter information terhadap berbagai pemberitaan mengenai Indonesia yang tidak sesuai dengan kenyataannya.
Kebijakan KBRI Singapura dalam hal memperbaiki citra Indonesia juga melibatkan masyarakat / pelajar Indonesia di Singapura untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Salah satunya adalah KBRI telah membantu dalam upaya membentuk suatu wadah perhimpunan mahasiswa Indonesia di Singapura yang selama ini sempat vakum. Suatu payung organisasi mahasiswa tersebut berhasil didirikan pada Maret 2006 dengan nama Perhimpunan Pelajar Indonesia di Singapura (PPI Singapura). Keterlibatan mahasiswa dan pemuda ataupun kelompok masyarakat lainnya dalam upaya mempromosikan Indonesia telah banyak dilakukan secara rutin pada berbagai kesempatan. Dalam hal ini, KBRI Singapura telah menyiapkan segala fasilitas dan tempat latihan dan telah dimanfaatkan secara berkala.


2. Seni & Budaya
Disamping itu juga dilakukan koordinasi sosial budaya dan kesenian untuk memperkenalkan seni budaya Indonesia di Singapura dalam bentuk misi kesenian dan studi banding dari Indonesia. Kegiatan ini dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan, lembaga pariwisata, organisasi masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya, baik yang ada di Indonesia maupun di Singapura. Dengan memfasilitasi pembentukan Indonesia Singapore Friendship Association (ISFA), KBRI Singapura telah membantu upaya peningkatkan kerjasama people-to-people contact di bidang sosial dan kebudayaan antara kedua negara.

3. Pendidikan
KBRI Singapura juga bertugas mengelola dan membina Sekolah Indonesia Singapura (SIS) yang jumlah muridnya lebih kurang 140 orang siswa, dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan tingkat Lanjutan Atas. Kepala Sekolah dan sebagian para guru adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dep. Pendidikan Nasional namun sebagian guru adalah non-PNS. Pembinaan yang dilakukan, tidak hanya terhadap Kepala Sekolah dan para guru tetapi juga terhadap murid agar kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana secara baik dan benar. Disamping itu, pembinaan tersebut dimaksudkan juga agar SIS dapat bersaing dan menjalin kerjasama dengan sekolah-sekolah lokal sehingga perlu peningkatan kualitas pendidikan serta pengajaran. KBRI Singapura juga telah mengesahkan pembentukan Komite Sekolah yang bertugas sebagai forum para orang tua untuk memantau dan sekaligus memberikan masukan bagi peningkatan kegiatan SIS. Pada tahun pertengahan 2006, beberapa guru PNS telah selesai masa tugasnya dan pengganti mereka telah tiba.
Dalam rangka pengembangan kerjasama di bidang pendidikan antara Indonesia dengan Singapura, telah ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) pada 24 Juni 2005, yang meliputi kerjasama perguruan tinggi kedua negara (linkages antara National University of Singapore – NUS, Nanyang Technological University – NTU, dan Singapore Management University – SMU dengan beberapa universitas terkemuka di Indonesia), program sekolah kembar (kegiatan bersama seperti perkemahan, proyek dan pertukaran kunjungan), dan pelatihan bagi para pengajar.
Selain itu, di bidang pendidikan, KBRI Singapura juga senantiasa memfasilitasi beberapa kunjungan sekolah dan perguruan tinggi Indonesia ke Singapura untuk melakukan studi banding dan kerjasama khususnya pelatihan dan pertukaran pelajar dan guru.
4. Pariwisata
Di bidang pariwisata dapat dikatakan bahwa wisatawan Singapura merupakan yang terbanyak, yakni 1.066.461 (21,32%) dari 5 juta wistawan asing yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2005. Begitupun sebaliknya, pada tahun yang sama, jumlah wisatawan Indonesia juga merupakan yang terbanyak, yakni 1.813.444 (20,27%) dari total 8,9 juta wisatawan asing yang berkunjung ke Singapura.
Berbagai upaya yang terus dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan tersebut adalah kerjasama resiprokal pembebasan visa masuk Indonesia – Singapura, kerjasama dengan maskapai Singapore Airlines untuk mempromosikan Indonesia, pendirian kantor cabang Singapore Tourism Board di Jakarta, pembentukan Tim Koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub Regional yang memiliki salah satu fungsi utama untuk meningkatkan kerjasama dibidang pariwisata antara negara anggota ASEAN, dan upaya KBRI Singapura bekerjasama dengan berbagai pihak guna mengundang ketertarikan warga Singapura untuk berkunjung ke Singapura melalui travel dialogue, misi kesenian dan road show.



IV. Konsuler
1. Akses Konsuler
Fungsi Konsuler menangani berbagai masalah terkait WNI dan BHI di luar negeri di Singapura yang memerlukan bantuan kekonsuleran. Bantuan kekonsuleran tersebut dapat diberikan melalui akses konsuler. Dengan adanya akses konsuler tersebut, KBRI Singapura selalu menerima pemberitahuan (notification) dari Pemerintah Singapura baik melalui Kemlu dan duty officer Kemlu di luar jam dan hari kerja dan atau melalui instansi terkait lainnya setelah dikoordinasikan dengan Kemlu setempat. Dengan demikian, WNI di Singapura dapat segera mendapatkan perlindungan atau bantuan konsuler dari KBRI Singapura sebagai wakil dari Pemerintah Indonesia di Singapura ketika masalah mereka ditangani oleh aparat terkait di Singapura.
2. Pelayanan Publik
Dalam aktifitas harian, Fungsi Konsuler memberikan pelayanan maksimal kepada WNI secara terus menerus berupa bantuan hukum bagi WNI yang menghadapi masalah hukum di Singapura, maupun bantuan lainnya seperti pelayanan dokumen kelahiran, kematian, pernikahan, klaim asuransi, dan pindah kewarganegaraan. Khusus untuk hal-hal darurat, KBRI Singapura dapat diakses 24 jam dan 7 hari seminggu. Hal-hal darurat tersebut meliputi: hal-hal yang berkaitan dengan: keselamatan jiwa, kematian WNI, dan kepentingan negara. Selain dari tiga hal tersebut, pelayanan publik dilaksanakan dalam aktifitas normal harian dengan memanfaatkan akses konsuler yang tersedia.
3. Kasus Berat Dengan Ancaman Hukuman Mati
Sejak tahun 2003, KBRI Singapura telah terlibat dalam penanganan berbagai kasus berat termasuk kasus pidana pembunuhan dengan ancaman hukuman berat (capital punishment - pasal 302 Penal Code of Singapore) yang dilakukan oleh 7 PLRT Indonesia (7 kasus). Dari 7 kasus tersebut, 6 kasus telah diselesaikan sementara 1 kasus masih dalam proses persidangan.
KBRI Singapura telah berhasil mendukung diloloskannya enam PLRT Indonesia di Singapura yang melakukan pelanggaran Pasal 302 Code Penal Singapura yaitu pembunuhan dengan ancaman hukuman gantung / mati. Keenam PLRT tersebut masing-masing adalah PLRT Sundarti Supriyanto (seumur hidup), PLRT Purwanti Parji (seumur hidup), dan PLRT Sumiyati Kariyo Dikromo (7 tahun), PLRT Juminem (seumur hidup), PLRT Siti Aminah (7 tahun) dan PLRT Rohana (10 tahun).
PLRT Indonesia juga tercatat sebagai korban tindak kekerasan majikan terhadap mereka dan untuk itu mereka yang menjadi korban telah ditampung dalam shelter KBRI oleh kepolisian setempat dengan status sebagai saksi korban.
4. Klaim Asuransi Kematian bagi WNI PLRT dan Pelaut Indonesia di Singapura
Fungsi Konsuler juga membantu pengurusan klaim asuransi WNI yang meninggal di Singapura akibat kecelakaan kerja, baik dengan PLRT Indonesia sebagai korban akibat jatuh dari gedung tinggi saat bekerja maupun pelaut yang mengalami kecelakaan kerja saat berada di laut. KBRI juga menangani kasus-kasus kematian PLRT Indonesia di Singapura yang disebabkan jatuh dari gedung tinggi. Selain itu terjadi pula beberapa kasus kematian PLRT akibat tenggelam atau kecelakaan lalu lintas.
5. Pengelolaan Penampungan PLRT Indonesia
Selain itu, KBRI Singapura juga memberikan perlindungan bagi WNI di Singapura dengan menyiapkan penampungan sementara / shelter bagi PLRT Indonesia di Singapura yang memiliki permasalahan dengan pekerjaan maupun majikan dan atau hukum setempat, seperti: gaji tidak dibayarkan, penganiayaan fisik, penganiayaan mental, pelecehan seksual, atau hubungan yang tidak harmonis dengan majikan yang disebabkan berbagai hal seperti tidak dapat bekerja sesuai dengan harapan majikan, tidak mengerti bahasa/budaya, beban kerja yang berat, tidak cukup makan dan istirahat dan hambatan pelaksanaan hak sipil lainnya.
Shelter yang tersedia hanya diperuntukan untuk PLRT Indonesia saja. Kapasitas shelter sekitar 60 orang dan dapat diisi penuh sampai 80 orang.
6. Konseling, Pelatihan dan Siaran Radio
Dalam penanganan penata laksana rumah tangga (PLRT) Indonesia yang diperkirakan berjumlah 60 - 70 ribu orang, KBRI Singapura juga menyediakan saluran emergency berupa nomor hand phone 9295 3964, sebagai bagian dari upaya untuk memberikan akses konsuler kepada WNI khususnya TKI/PLRT Indonesia yang memerlukan bantuan alternatif solusi atas persoalan yang mereka hadapi. KBRI Singapura juga menyediakan kesempatan konseling bagi PLRT yang memerlukan baik pada hari kerja maupun pada akhir pekan. Bagi PLRT yang memerlukan konseling lanjut, KBRI Singapura akan merujukkan mereka kepada pakar terkait seperti psikolog maupun psikiater.
KBRI juga menyelenggarakan pelatihan dua mingguan bagi PLRT Indonesia di Singapura pada minggu pertama dan ketiga, pembinaan rohani agama Islam pada minggu kedua dan keempat, serta siaran radio interaktif pada dua stasiun radio di Batam,  pada setiap hari Rabu di minggu kedua dan keempat dengan judul acara: “Anda Tidak Sendiri”.



V.  Pertahanan
1. Kerjasama Pertahanan
Kerjasama pertahanan antara Indonesia dengan Singapura sudah berlangsung cukup lama dan berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dengan adanya Komite / Badan kerja sama antar kedua Angkatan Bersenjata meliputi bidang-bidang operasi, bidang pendidikan dan latihan dan bidang logistik serta kelompok kerjasama yang dibentuk untuk menangani suatu program / proyek yang sedang dilaksanakan oleh kedua Angkatan Bersenjata.
2. Selat Malaka
Selat Malaka yang terletak diantara samudera India dan samudera Pasifik  merupakan  salah  satu  jalur  komunikasi  dan transportasi laut yang sangat vital, karena itu memegang peranan yang sangat penting dan hampir 72% dari kapal tanker di dunia dan lebih dari 500 kapal berlayar melewati selat ini setiap harinya. Karena posisinya yang sangat strategis, maka hal ini dapat dijadikan peluang oleh beberapa kelompok untuk memasukkan barang-barang secara illegal ke penjuru dunia dan juga menimbulkan terjadinya perompakan laut yang sangat membahayakan kehidupan manusia. Untuk itu, pengamanan Selat Malaka menjadi fokus perhatian Negara pantai yang pada tanggal 20 Juli 2004 di Batam diresmikan “Malsindo Trilateral Coordinated Patrol” yang merupakan kegiatan patroli terkoordinasi tiga negara antara Malaysia-Singapura-Indonesia.      
Peresmiannya saat itu dihadiri oleh Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Panglima Tentera Di Raja Malaysia General Tan Sri Zahidi dan Chief of Defence Force Singapore LG Ng Yat Chung didampingi oleh para Kepala Staf Angkatan Laut ketiga negara.      
Pentingnya kerjasama baik secara regional maupun internasional untuk menjaga keamanan dunia dari ancaman serta gangguan yang tidak hanya datang dari para teroris tetapi juga ancaman keamanan negara seperti penyelundupan manusia secara illegal, penjualan obat-obatan terlarang, penjualan senjata api secara illegal, money laundering serta perompakan laut. Kerjasama yang dilakukan berdasarkan keadilan, saling menghormati, saling menguntungkan tanpa harus mengorbankan kepentingan nasional masing-masing negara.
Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat lebih meningkatkan hubungan kerjasama antara ketiga negara khususnya kerjasama antara TNI, ATM dan SAF serta dapat menciptakan kestabilan, kedamaian dan kemakmuran diwilayah regional serta keamanan dunia. Tahap pertama yang dilaksanakan adalah dengan terus menerus melakukan komunikasi selama 24 jam antara ketiga Angkatan Laut masing-masing negara  terutama tentang lalu lintas laut yang melalui Selat Malaka maupun Selat Singapura dan dilanjutkan dengan patroli udara tiga negara (Eyes in the Sky / EiS).
VI. Imigrasi
KBRI Singapura menjalankan fungsi keimigrasian berupa pelayanan paspor bagi WNI penduduk Singapura dan visa bagi WNA yang akan ke Indonesia, serta kerjasama dengan counterpart yaitu Singapore Immigration & Checkpoints Authority (ICA). Letak geografis kedua negara yang sangat berdekatan dan hubungan di berbagai bidang terutama perdagangan, industri dan pariwisata, menyebabkan lalu lintas orang antar kedua negara untuk berbagai keperluan juga sangat tinggi.
Jumlah WNI penduduk Singapura diperkirakan lebih dari 100 ribu orang dengan prosentase terbesar adalah PLRT (sekitar 60 – 70 %), selebihnya adalah Ibu rumah tangga, karyawan, pelajar dan mahasiswa, dan manajemen atau eksekutif swasta. Pelayanan paspor dan dokumen perjalanan bagi WNI rata-rata 1.000 per bulan, dengan perolehan PNBP secara rata-rata hampir SGD 1 Juta per tahun.
Sedangkan pelayanan visa bagi WNA yang akan ke Indonesia per bulan rata-rata 5.000 visa, dengan perolehan PNBP berkisar SGD 7 Juta per tahun. Telah diberikannya fasilitas Visa on Arrival bagi sejumlah negara, dengan kecenderungan jumlah negara yang memperoleh fasilitas tersebut akan bertambah, berpotensi menurunnya jumlah pelayanan visa dan juga perolehan PNBP nya.
Wilayah Barelang, Belakang Padang, Bintan dan Karimun telah ditetapkan oleh Menteri Kehakiman sejak 1998 sebagai wilayah khusus di bidang keimigrasian dengan pemberian kemudahan dalam penerbitan visa oleh KBRI Singapura dan KJRI Johor dan pemberian izin masuk di wilayah tersebut serta penggunaan teknologi smart card dalam pemeriksaan keimigrasian bagi frequent travelers antara wilayah tersebut dengan Singapura, dan saat ini dikembangkan dalam kerangka SEZ (special economic zones).
Kerjasama keimigrasian antara Indonesia dan Singapura telah terjalin cukup lama dan secara intens terus ditingkatkan. Pada April 2006 lalu telah dilaksanakan pertemuan antara Direktorat Jenderal Imigrasi dan Singapore Immigration & Checkpoints Authority (ICA) yang membahas berbagai kegiatan kerjasama antar kedua lembaga dalam berbagai aspek keimigrasian terutama menyangkut lalu lintas orang antar kedua negara. Pada Juli 2006 telah diadakan kunjungan kerja beberapa pejabat ICA ke Karimun, Batam dan Bintan.VIII. Perhubungan
Pada tanggal 23 September 2005, telah ditanda tangani MOU antara The Directorate General of Sea Transportation (Dirjen Hubla) dan The Maritime and Port Authority of Singapore (MPA) tentang “Cooperation on Human Resources Development of the Government Officer in the Maritime Field”. MOU ini dilaksanakan berdasarkan MOU terdahulu yang ditanda tangani pada tanggal 22 Februari 2001. Kerangka kerjasama dalam MOU tersebut mencakup:
a. Pemberian bantuan yang saling menguntungkan dalam upaya untuk mengidentifikasi kebutuhan kemaritiman dan pengembangan serta pelaksanaan kursus-kursus termasuk program tambahan.
b. Pengarahan dan Pertemuan Bilateral pegawai/pejabat setiap 6 (enam) untuk saling bertukar pandangan dan pendapat.
c. Memberikan peluang dan kesempatan untuk pegawai/pejabat Dirjen Hubla untuk melaksanakan pendidikan atau short course dalam bidang maritim seperti:
 * Marine Casualties and Investigation Accident.
 * TOT, ISM Code, ISPS Code dan High Speed Craft
 * FSI Training
* Hydrografic Survey
* Aid to navigation
* Pilot Up grading
* Ship Management
* Port Terminal, Port Economic, Port Planning dll.
Dengan adanya MOU ini, menandakan adanya keinginan kedua Negara untuk meningkatkan dan mempererat hubungan dan kerjasama yang telah dilakukan khususnya dalam hal meningkatkan standar operasional secara teknis dan administrative di kedua Negara dan masing-masing lembaga Pemerintahan. Adapun pendidikan pejabat/pegawai di lingkungan Dirjen Hubla di MPA Singapura sampai saat ini masih tetap berlangsung.
VIII. Bea & Cukai
Dalam rangka program pengembangan Special Economi Zone (SEZ) di kawasan Batam, Bintan, dan Karimun, DJBC dan Singapore Customs memprakarsai kerjasama kepabeanan dalam bentuk ”Joint Customs Study Team” (JCST).
Tujuan JCST tersebut adalah untuk membandingkan dan menyerasikan sistim dan prosedur kepabeanan untuk pelaksanaan SEZ. Pokok pembahasan dalam JCST ini antara lain: Trade Documentation, Cargo Clearance, Post Clearance Audit dan Risk Management.

No comments:

Post a Comment